Orentea, Teh tanpa Daun Teh dan Nol Kafein Buatan Mahasiswa Malang
Ketika bicara teh, umumnya yang terbayang adalah minuman dari daun muda di pucuk pohon teh. Tetapi sekelompok mahasiswa Politeknik Negeri Malang atau Polinema di Malang, Jawa Timur, membuat teh yang bukan dari daun teh. Namanya Orentea atau Olahan Teh Kulit Jeruk Peras dengan Penambahan Daun Min Lokal sebagai Minuman Sehat Penangkal Betacoronavirus Penyebab Covid-19.
Mahasiswa semester 5 Jurusan Teknik Kimia, Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Politeknik Negeri Malang, Prasasti Valentina Gustama mengatakan tujuan dia bersama teman-temannya membuat Orentea kembali meningkatkan kegemaran orang Indonesia terharap teh. Mahasiswa yang biasa disapa Valent itu meracik Orentea bersama Rizki Bagus Maulana dan Nanda Ristina Putri Siswoyo dari Diploma III Teknik Kimia, Fadilah Aurelia Arifin (Diploma IV Akuntansi Manajemen), serta Alvinda Wahyu Freadyansyah (Diploma III Teknik Telekomunikasi).
“Kami membuat teh dengan inovasi olahan kulit jeruk manis peras pertama di Indonesia yang baik untuk kesehatan sekaligus mengurangi limbah kulit jeruk,” kata Valent yang menjadi juru bicara timnya kepada Tempo, Selasa malam 10 Agustus 2021. Mereka menghasilkan Orentea lewat Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan atau PKM Kewirausahaan 2021 dengan dibimbing dosen Anik Kusmintarti. Penelitian ini mendapat pendanaan dari Direktorat Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi di Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Valent dan tim memulai riset pembuatan teh dari kulit jeruk manis atau Citrus sinensis Osbeck pada April sampai Mei 2021. Mulai dari uji produk sampai uji organoleptik, yaitu pengetesan yang berhubungan dengan penginderaan suatu produk makanan. Uji ini mencakup rasa, warna, aroma, dan tekstur. Seluruh rangkaian tes dipusatkan di laboratorium uji pangan PT Maxzer Solusi Steril untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
“Kami melakukan uji laboratorium kandungan proksimat (karbohidrat, kadar abu, protein, serat kasar), uji vitamin C, dan uji organoleptik untuk mendapatkan rasa teh herbal yang bisa diterima oleh masyarakat,” kata Valent, 20 tahun. Gadis asal Jombang itu menjelaskan, Orentea merupakan teh herbal tanpa kandungan kafein sehingga lebih sehat ketimbang teh konvensional.
Teh umumnya diolah dari pucuk daun teh (Camellia sinensis). Daun teh mengandung senyawa kafein tinggi bersifat adiktif yang mampu merangsang susunan sistem saraf pusat dan merelaksasi otot, sehingga tubuh merasa lebih bersemangat dan nyaman setelah minum teh. Masalahnya, kata Valent, mengkonsumsi teh secara terus-menerus bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
Kandungan tinggi kafein dalam teh mengakibatkan produksi asam lambung berlebih yang tidak baik dikonsumsi bagi penderita mag. Selain itu, kafein yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah yang memicu detak jantung lebih cepat dan berisiko terjadi serangan jantung. “Itu sebabnya kami membuat teh herbal yang nihil kafein dan uniknya berbahan baku utama kulit jeruk. Sama sekali tidak memakai daun teh,” ucap Valent.
Valent dan tim memilih limbah kulit jeruk karena sering melihat sampah kulit jeruk berserakan. Terutama saat musim panen jeruk setiap Juli sampai September di wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu. Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjadi sentra produksi jeruk terbesar di Jawa Timur.
“Kami memanfaatkan kulit jeruk manis yang biasa dijadikan es jeruk peras,” kata Valent. “Kami tak hanya memanfaatkan kulit jeruk hasil perasan, tetapi mengambil kulit jeruk dari buah-buah jeruk yang dibuang karena kualitasnya jelek.”
Limbah kulit jeruk itu mereka ambil dari sejumlah destinasi wisata, seperti di sekitar Alun-alun Kota Batu, Pasar Kota Batu, dan beberapa pasar di Kota Malang. Mereka biasanya mengambil kulit jeruk dari para pedagang es jeruk peras. Menurut Valent, semua anggota keluarga jeruk manis bisa dimanfaatkan kulitnya sebagai bahan utama Orentea.
Kulit jeruk mengandung antioksidan, seperti polifenol yang mampu mempercepat pemulihan tubuh dari infeksi, mencegah kanker, dan menangkal penyakit diabetes tipe 2. Valent melanjutkan, kandungan vitamin C pada kulit jeruk ternyata tiga kali lebih banyak dari bulirnya.
Temuan menarik lainnya, menurut Valent, hasil penelitian Profesor Irmanida Batubara, Guru Besar sekaligus Kepala Pusat Biofarmaka Tropika (TropBRC) IPB University menunjukkan kulit jeruk mengandung senyawa flavonoid golongan hesperidin. Zat ini yang membuat kulit jeruk terasa pahit. Hesperidin mampu menangkal betacoronavirus, penyebab Covid-19. Irmanida Batubara menyatakan hasil kajian hesperidin masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Dan semua jenis jeruk mengandung hesperidin. Jadi, tidak harus jeruk buah. Kulit jeruk nipis, jeruk lemon, dan varietas jeruk lainnya mengandung hesperidin, sehingga bisa diolah jadi teh herbal. Valent dan kawan-kawan kemudian memanfaatkan limbah kulit jeruk sebagai bahan baku utama kemudian mencampurnya dengan daun mint kering.
Mereka menggunakan daun mint atau Mentha untuk menyamarkan rasa pahit kulit jeruk. Dengan begitu, aroma Orentea berpadu dengan sensasi rasa sejuk segar di lidah. Secara garis besar, komposisi kulit jeruk dan daun mint atau peppermint dalam Orentea masing-masing sebanyak 80 persen dan 20 persen.
Kandungan air dalam kulit jeruk mencapai 89-91 persen, sehingga penyusutannya cukup banyak. Dari setiap 1.000 gram kulit jeruk, cuma jadi sekitar 100 gram teh kulit jeruk. “Untuk membuat satu kotak Orentea, kami membutuhkan 40 gram kulit jeruk,” kata Valent. Satu kotak berisi 20 kantong teh Orenta dengan bobot masing-masing 2 gram. Orenta sudah dipasarkan sejak Juni seharga Rp 20 ribu per kotak.
Tersedia dua jenis Orentea yang dikemas dalam kotak berwarna hijau dan oranye. Kotak hijau berisi teh kulit jeruk dengan campuran daun mint, sedangkan Orentea kotak oranye berisi teh kulit jeruk dengan irisan halus lemon kering. “Produksi Orentea sudah mencapai seribu kotak dalam satu bulan,” ujar Valent seraya menyebutkan pembelinya berasal dari Sumatera Selatan, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, bahkan sampai Prancis.
Mereka memasarkan Orentea secara offline maupun online di media sosial Instagram, Facebook, Whatsapp, Twitter, juga lewat lapak belanja online, seperti Shopee dan Tokopedia. Selain sibuk berjualan, Valent dan tim berencana mempublikasikan hasil PKM mereka lewat jurnal nasional terakreditasi dan sedang mengurus ke Dinas Kesehatan Kota Malang untuk mendapatkan sertifikat izin pangan industri rumah tangga (PIRT), sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia, serta mengurus hak merek Orentea di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.